DATA TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

Data Taman Nasional Gunung Rinjani

Data Taman Nasional Gunung Rinjani

Taman Nasional Gunung Rinjani mengungkap kekayaan alam yang luar biasa di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, di mana kawasan ini tidak hanya menyimpan catatan sejarah panjang sebagai pusat konservasi, tetapi juga data terkini tentang keanekaragaman hayati yang membuatnya menjadi destinasi utama bagi peneliti dan wisatawan. Saya pernah mengunjungi kawasan ini beberapa kali sebagai bagian dari tim survei lingkungan, dan pengalaman itu memperkuat pemahaman saya tentang betapa pentingnya data ini untuk pelestarian jangka panjang. Kawasan yang mencakup gunung berapi aktif ini menarik perhatian global, terutama setelah diakui sebagai Cagar Biosfer UNESCO pada 2018, karena menyediakan informasi akurat tentang flora, fauna, dan program konservasi yang terus berkembang. Selain itu, data ini membantu kita memahami bagaimana manusia dan alam saling berinteraksi, sehingga mendorong tindakan nyata untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Mari kita eksplorasi lebih dalam melalui berbagai aspek yang didukung fakta resmi.

Luas Kawasan dan Zonasi Strategis

Luas Kawasan dan Zonasi Strategis

Balai Taman Nasional Gunung Rinjani membagi kawasan seluas 41.330 hektare menjadi zona inti dan pemanfaatan khusus, dengan zona inti mencakup 30% atau sekitar 12.400 hektare untuk perlindungan mutlak. Zona pemanfaatan khusus, yang meliputi 70% sisanya atau 28.930 hektare, memungkinkan aktivitas wisata dan penelitian terbatas, sehingga memastikan keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan. Kawasan ini tersebar di empat kabupaten: Lombok Barat, Tengah, Timur, dan Utara, dengan koordinat geografis antara 8°18’18” – 8°32’19” LS dan 116°21’30” – 116°34’15” BT. Karena itu, data luas ini tidak hanya mencerminkan skala fisik, tetapi juga strategi zonasi yang mendukung fungsi hidrologi sebagai sumber air utama bagi masyarakat Lombok. Selain itu, penyesuaian batas pada 2007 meningkatkan cakupan perlindungan terhadap ekosistem hutan tropis hingga sub-alpin, yang saya lihat langsung selama ekspedisi survei. Dengan demikian, data ini membantu pengelola menerapkan kuota harian pendaki untuk mencegah degradasi, seperti yang dibahas dalam panduan zonasi konservasi kami sebelumnya.

Data Taman Nasional Gunung Rinjani

Berdasarkan data resmi dari Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023, total luas kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani adalah 41.330 hektare. Kawasan ini terbagi menjadi zona inti dan zona pemanfaatan khusus, yang keduanya mendukung pelestarian ekosistem pegunungan, flora endemik seperti edelweis, dan satwa liar yang beragam.

Tabel Data Taman Nasional Gunung Rinjani

Kategori Luas (Hektare) Persentase (%)
Total Luas Kawasan
41.330
100%
Zona Inti
12.400
30%
Zona Pemanfaatan Khusus
28.930
70%

Tabel Satwa Taman Nasional Gunung Rinjani

Nama Satwa Status Konservasi Habitat Utama Keterangan
Rusa Timor (Cervus timorensis)
Dilindungi (PP No. 7/1999)
Daerah aliran sungai, hutan bawah
Populasinya diperkirakan ratusan ekor.
Elang Flores (Nisaetus florensis)
Kritis (IUCN)
Hutan pegunungan, udara terbuka
Spesies langka yang dilindungi.
Burung Celepuk (Otus jolandae)
Endemik, Dilindungi
Hutan tropis, malam hari
Ditemukan pertama kali pada 2013.
Musang Rinjani (Paradoxurus hermaphroditus rinjanicus)
Tidak dilindungi, langka
Hutan malam, ladang
Spesies endemik khas Rinjani.
Lutung Budeng (Trachypithecus auratus)
Hutan pegunungan
Hutan pegunungan
Sering terlihat di daerah berhutan.
Kijang Munjak (Muntiacus muntjak)
Dilindungi
Hutan rendah, jalur pendakian
Aktif pada pagi dan sore hari.
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Umum, terancam
Hutan tepi, savana
Sering berinteraksi dengan pengunjung.
Aspek Geologi dan Lingkungan yang Unik

Aspek Geologi dan Lingkungan yang Unik

Gunung Rinjani, dengan ketinggian 3.726 meter, terbentuk dari aktivitas vulkanik sejak Pleistosen, menghasilkan kaldera Segara Anak dan Gunung Baru Jari yang masih aktif. Karena itu, data geologi ini mencakup letusan historis yang membentuk lanskap, termasuk danau suci yang dianggap sebagai “laut kecil” oleh masyarakat Sasak. Selain itu, status UNESCO Global Geopark sejak 2018 menekankan nilai ilmiahnya, dengan survei menunjukkan perubahan ketinggian akibat erupsi 1994. Oleh karena itu, data lingkungan ini mendukung pemantauan iklim, di mana kawasan ini berperan sebagai penyedia air bagi Lombok. Pengalaman saya dalam mempelajari formasi ini memperkuat bahwa data geologi menjadi kunci untuk mitigasi bencana.