Pengertian Konservasi Taman Nasional Gunung Rinjani
Keanekaragaman Hayati sebagai Fokus Utama Konservasi
Konservasi di TNGR difokuskan pada pengawetan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Kawasan ini menjadi habitat bagi ratusan spesies flora dan fauna, termasuk yang endemik dan terancam punah. Dari segi flora, terdapat sekitar 447 jenis pohon, 6 jenis rotan, 28 jenis liana, dan 55 jenis epifit. Beberapa spesies unggulan meliputi jelatang (Laportea stimulans), dedurenan (Aglaea argentea), bayur (Pterospermum javanicum), beringin, serta cemara gunung. Selain itu, anggrek Vanda limbata menjadi ikon bunga langka di sini.
Untuk fauna, TNGR mencatat 19 spesies mamalia seperti monyet ekor panjang Lombok, 154 spesies burung termasuk elang Flores (Nisaetus floris) dan burung hantu endemik Celepuk Rinjani (Otus jolandae), 8 spesies reptil, serta 5 spesies amfibi. Kekayaan ini menjadikan TNGR sebagai situs penelitian dan sumber plasma nutfah, di mana upaya konservasi melibatkan pemantauan populasi dan restorasi habitat untuk mencegah kepunahan.
Upaya Konservasi yang Dilakukan
Pengelolaan konservasi di TNGR bersifat holistik, melibatkan pemerintah, masyarakat lokal, dan wisatawan. Beberapa inisiatif utama mencakup:
Perlindungan dan Pengamanan
Tim balai secara rutin melakukan patroli untuk mencegah perburuan liar, penebangan ilegal, dan kebakaran hutan. Contohnya, quick response terhadap kebakaran di Sembalun pada 2023 yang berhasil dipadamkan dengan cepat menggunakan CCTV dan tim darat.
Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat
Program seperti Gawe Kader Konservasi Rinjani 2024 mengedukasi anak muda tentang cinta alam melalui kegiatan penanaman pohon dan pengenalan satwa.
Ekowisata Berkelanjutan
Kunjungan wisatawan mencapai 189.091 orang pada 2024, menghasilkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) Rp22,5 miliar. Namun, prioritas diberikan pada keselamatan, seperti evaluasi prosedur pendakian pasca-insiden evakuasi pendaki asing pada 2025, serta penutupan sementara untuk pemeliharaan jalur.
Kerja Sama Lintas Sektor
Kolaborasi dengan UNESCO menjadikan Rinjani sebagai Cagar Biosfer, yang menekankan pemberdayaan desa konservasi di sekitar kawasan untuk mengurangi tekanan antropogenik.
Upaya ini juga mencakup restorasi ekosistem, seperti aksi bersih sampah dan kemah bhakti di Suaka Penangkaran Wanagama II, serta pendampingan kelompok masyarakat untuk pemanfaatan air secara lestari.
Tantangan dan Visi Masa Depan
Meski maju, konservasi TNGR menghadapi tantangan seperti peningkatan wisatawan yang berpotensi merusak habitat, perubahan iklim yang memengaruhi erupsi vulkanik, dan konflik lahan dengan masyarakat. Visi ke depan adalah “mewujudkan pelestarian flora, fauna, ekosistem pendukung, serta situs budaya berdasarkan prinsip keadilan dan kearifan lokal.” Dengan event seperti Rinjani 100 Tahun 2024 yang melibatkan peserta internasional, TNGR diharapkan menjadi model konservasi global.
Secara keseluruhan, konservasi di Taman Nasional Gunung Rinjani bukan hanya tentang melindungi alam, melainkan membangun harmoni antara manusia dan lingkungan. Melalui partisipasi aktif semua pihak, kawasan ini dapat terus menjadi warisan abadi bagi generasi mendatang.
